.link-list { font-family: Arial, sans-serif; font-size: 16px; border: 1px solid #ccc; border-radius: 5px; background-color: #fff; padding: 10px; margin: 20px; } .link-list ul { list-style: none; margin: 0; padding: 0; } .link-list li { margin-bottom: 10px; } .link-list a { text-decoration: none; color: #148199; transition: all 0.3s ease; } .link-list a:hover { color: #c0392b; }
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bentuk-Bentuk Perubahan Sosial

Ada berbagai macam bentuk perubahan sosial. Bentuk-bentuk itu dibedakan berdasarkan sifat perubahan yang terjadi. Bentuk-bentuk perubahan sosial dapat dilihat dari tiga sudut pandang.

1. Dari sudut pandang waktu berlangsungnya, perubahan yang terjadi di masyarakat ada yang bersifat lambat (evolusi), ada pula yang cepat (revolusi).

2. Dari sudut pandang ruang lingkup unsur-unsur yang berubah, ada perubahan kecil dan ada perubahan besar.

3. Dari sudut pandang kehendak agen perubahan (agent of change), ada perubahan yang dikehendaki atau direncanakan, dan ada pula perubahan yang tidak dikehendaki atau tidak direncanakan.

Agen perubahan adalah orang atau sekelompok orang yang menjadi penggerak perubahan. Berikut ini dijelaskan satu persatu bentuk-bentuk perubahan tersebut.

Evolusi Sosial

Evolusi masyarakat berlangsung lama dan terdiri dari rentetan perubahan-perubahan kecil yang berkelanjutan. Perubahan itu terjadi secara alami tanpa direncanakan oleh manusia. Kebutuhan-kebutuhan manusia yang selalu berubah dari waktu ke waktu menuntut terjadinya penyesuaian-penyesuaian oleh berbagai unsur masyarakat.

Para ahli sosiologi telah berusaha menjelaskan terjadinya evolusi masyarakat dengan berbagai teori:

1. Secara evolutif, perubahan sosial memiliki arah tetap, setiap masyarakat melewati jalur yang bermula dari tahap perkembangan awal dan menuju tahap perkembangan akhir. Apabila telah mencapai tahap akhir maka perubahan evolusioner berhenti. Teori ini dikemukakan oleh Auguste Comte (1798 - 1857), Herbert Spencer (1820 - 1903), Lewis Henry Morgan (1818 - 1881) dan Karl Marx (1818 - 1882).

2. Auguste Comte menjelaskan bahwa perubahan sosial melalui tiga tahap, yaitu tahap teologis, tahap metafisika, dan tahap positif. Ketiga tahap ini dikenal dengan sebutan Hukum Tiga Jenjang.

a. Pada tahap teologis, masyarakat diarahkan oleh nilai-nilai adikodrati (supranatural). Pada tahap ini, perubahan sosial dianggap sebagai proses yang dikendalikan oleh Tuhan.

b. Pada tahap metafisika, kepercayaan adikodrati digeser oleh prinsip-prinsip abstrak yang berperan sebagai dasar perkembangan masyarakat. Pada tahap ini, manusia mulai mencoba memahami perubahan sosial dengan pemikiran-pemikiran abstrak dalam bentuk filsafat. Filsafat mencoba mencari jawaban atas segala sesuatu yang terjadi di masyarakat berdasarkan pemikiran abstrak dan tidak didukung bukti hasil pengamatan.

c. Pada tahap positif atau tahap ilmiah, masyarakat diarahkan kepada kenyataan yang didukung oleh prinsip-prinsip ilmu pengetahuan. Pada tahap ketiga inilah, perubahan sosial dipahami secara realistis melalui kajian ilmiah berdasarkan bukti-bukti yang dapat ditemui di masyarakat.

3. Herbert Spencer mengadopsi teori evolusi biologis yang dikembangkan oleh Charles Darwin. Menurut dia, masyarakat bermula dalam bentuk kelompok suku yang homogen dan sederhana (primitif) ke tahap masyarakat modern yang kompleks. Spencer juga mengadopsi pendapat Darwin yang menyatakan, bahwa hanya individu yang kuatlah yang mampu bertahan. Sehingga, dalam perubahan sosial hanya orang-orang (masyarakat) yang kuat yang menang dalam persaingan hidup, sedangkan orang-orang (masyarakat) yang lemah dan malas akan tersisih.

Karl Marx juga menyatakan bahwa perubahan masyarakat bermula dari tahap masyarakat primitif menuju tahap teknologi modern yang kompleks. Setiap tahap perubahan, memiliki metode produksi yang cocok dengan perkembangan saat itu, dan unsur-unsur budaya diselaraskan dengan cara tersebut. Karl Marx juga memandang, bahwa dalam masyarakat selalu terjadi konflik, maka menurut dia setiap tahap memiliki unsur pengubah. Unsur pengubah itu berupa konflik sosial yang akan menimbulkan perubahan sosial untuk menuju keadaan masyarakat berikutnya. Dengan teori konflik atau dialektika sosialnya, Karl Marx meramalkan bahwa masyarakat kapitalis akan runtuh dan digantikan oleh masyarakat komunis. Namun, ternyata teori ini tidak terbukti.

Menurut Paul B. Horton, semua teori tersebut memiliki kelemahan.

a. Pertama, data yang menunjang penentuan tahap perubahan masyarakat sering tidak cermat.
b. Kedua, urutan tahap tidak sepenuhnya tegas. Ada masyarakat yang melangkah beberapa tahap perubahan dan langsung memasuki tahap industri. Sementara itu, beberapa masyarakat lainnya justru mundur ke tahap sebelumnya.
c. Ketiga, pendapat yang menyatakan bahwa perubahan akan berakhir pada tahapan 'terakhir' ternyata tidak terbukti, karena perubahan selalu terjadi terus menerus tanpa henti.

5. Menurut Oswald Spengler, setiap peradaban besar mengalami proses pentahapan mulai dari kelahiran, pertumbuhan, dan keruntuhan. Proses perputaran dari pertumbuhan menuju keruntuhan memakan waktu selama seribu tahun. Setelah itu akan muncul peradaban baru. Berdasarkan teorinya, Spengler pernah meramalkan terjadinya hari kiamat.

6. Pitirim A. Sorokin berpendapat, bahwa semua peradaban besar berada dalam siklus tiga sistem kebudayaan yang berputar tanpa akhir, yaitu kebudayaan ideasional, kebudayaan idealistis, dan kebudayaan sensasi. Kebudayaan ideasional yang didasari oleh nilai-nilai dan unsur-unsur adikodrati. Kebudayaan idealistis merupakan gabungan unsur kepercayaan adikodrati dan unsur rasionalitas yang berdasarkan fakta  dalam  usaha  menciptakan masyarakat ideal. Kebudayaan sensasi mendasarkan pada pemikiran pokok bahwa dunia material yang kita rasakan dengan indra merupakan satu-satunya kenyataan yang ada.

7.Arnold Toynbee juga berpendapat, bahwa peradaban besar berada dalam siklus kelahiran, pertumbuhan, keruntuhan, dan kematian. Menurut dia, di dunia ini pernah ada dua puluh satu peradaban besar yang telah punah dan tinggal peradaban Barat yang sekarang sedang menuju kepunahan.

Ketiga teori siklus di atas juga dinilai meragukan, karena tidak didukung oleh data yang terpercaya. Di samping itu, teori-teori tersebut tidak dapat menjawab mengapa peradaban mengalami perubahan dan mengapa respon setiap masyarakat terhadap perubahan dilakukan secara berbeda.
close