Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bentuk-bentuk Stratifikasi Sosial Menurut Jeffris dan Ransom (1980)

Kekayaan, penghasilan, pekerjaan, dan pendidikan merupakan faktor utama dalam menentukan kelas sosial seseorang. Namun, kelas sosial seseorang tidak semata-mata ditentukan oleh faktor tersebut saja.

Faktor lainnya adalah usia, jenis kelamin (gender), agama, kelompok etnis atau ras, kekuasaan, status, tempat tinggal, dan faktor-faktor lainnya. Semua faktor tersebut dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu faktor ekonomi, politis, dan status.

Faktor-faktor tersebut menentukan bentuk-bentuk kelas sosial di masyarakat. Karena kelas-kelas sosial merupakan penyusun stratifikasi sosial, maka pada dasarnya bentuk-bentuk stratifikasi sesuai dengan faktor-faktor penentunya.

Oleh karena itu, Jeffris dan Ransom (1980) merinci bentuk stratifikasi sosial sebagai berikut.

1) Stratifikasi   Ekonomi (Economic Stratification)

Bentuk stratifikasi berdasarkan faktor ekonomi terjadi sejak zaman Aristoteles. Faktor-faktor ekonomi yang sering menjadi dasar terbentuknya kelas sosial antara lain kekayaan, penghasilan, dan kepemilikan alat produksi.

Penghasilan adalah pemasukan bersih yang diperoleh seseorang dalam jangka waktu tertentu. Dengan mengukur tingkat penghasilan seseorang, maka diperoleh bentuk stratifikasi sosial yang menggolongkan warga masyarakat menjadi kelas bawah atau kelas atas.

Faktor ekonomi lain yang menentukan bentuk stratifikasi sosial adalah kepemilikan kekayaan dan sarana produksi. Faktor ini dapat menghasilkan bentuk-bentuk kelas sosial yang berbeda dari satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Di kalangan masyarakat petani misalnya, luas sawah yang dimiliki biasanya dijadikan dasar penentuan kelas sosial.

Sajago (1978) membagi kelas sosial masyarakat petani menjadi tiga, antara lain sebagai berikut.

a) Petani sangat miskin dengan kepemilikan lahan kurang dari 0,25 hektar.
b) Petani miskin dengan kepemilikan lahan antara 0,25 hingga 0,5 hektar.
c) Petani cukup dengan kepemilikan lahan lebih dari 0,5 hektar.

Kusnadi (2002) membagi kelas sosial masyarakat nelayan menjadi tiga, antara lain sebagai berikut.

a) Kelas nelayan pemilik sarana dan kelas buruh, dilihat dari segi kepemilikan alat produksi.
b) Kelas nelayan bermodal besar dan kelas nelayan bermodal kecil, dilihat dari segi besarnya modal yang dinvestasikan.
c) Kelas nelayan modern dan nelayan tradisional, dilihat dari segi penggunaan teknologi.

Stratifikasi ekonomi juga meliputi pembagian kelas-kelas sosial berdasarkan pekerjaan (occupational stratification). Jenis pekerjaan yang membutuhkan pendidikan, keahlian, dan keterampilan tinggi biasanya diduduki oleh orang- orang yang memperoleh imbalan (upah) yang tinggi pula.

Sementara itu, pekerjaan yang tidak memerlukan keahlian dan pendidikan khusus hanya memperoleh upah yang rendah. Oleh karena itu, para direktur, manajer, akuntan, guru, dokter dan sebagainya dianggap berada dalam kelas orang atas jika dibandingkan dengan para petani, nelayan, dan buruh pada umumnya.

2)  Stratifikasi Politik (Political Stratification)

Persoalan politik berarti persoalan kekuasaan. Kekuasaan adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk memengaruhi orang lain dalam mencapai suatu tujuan.

Misalnya, seorang bupati dengan kewenangannya dapat menggerakkan masyarakat di daerahnya untuk melaksanakan program pembangunan di daerah itu. Tidak hanya orang yang memiliki jabatan formal yang memiliki kekuasaan. Seorang kiai, kepala suku, atau tokoh masyarakat juga memiliki kekuasaan terhadap warga masyarakatnya.


Stratifikasi politik menghasilkan dua kelas, yaitu:

a)  Kelas penguasa; kelas ini terdiri dari sekelompok elit yang jumlahnya sedikit.

Di tangan kelas penguasa itulah wewenang untuk mengatur gerak masyarakat berada. Anggota kelas penguasa memiliki kesadaran bahwa kelompoknyalah yang berwenang mengatur. Mereka bersatu dan tidak setiap orang dapat menjadi anggota kelas itu. Sifat kelas penguasa yang demikian, terjadi pada sistem pada masyarakat yang hidup dalam pemerintahan feodal dan  otoriter.

b)  Kelas yang dikuasai; kelas ini terdiri dari warga masyarakat kebanyakan.

Mereka menjadi objek kekuasaan serta tidak mempunyai wewenang untuk mengatur. Mereka harus tunduk pada semua aturan yang telah dibuat dan diputuskan oleh penguasa, serta menjadi objek kekuasaan.

Seiring dengan berkembangnya masyarakat, kelas penguasa tidak lagi memonopoli suatu wewenang. Terutama, jika masyarakat itu telah menerapkan sistem demokrasi. Misalnya, sistem pembagian kekuasaan yang diterapkan di Indonesia yang menganut trias politika.

Kekuasaan eksekutif dilaksanakan oleh pemerintah (pusat atau daerah), kekuasaan legislatif dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan kekuasaan yudikatif dipegang oleh Mahkamah Agung dan Pengadilan. Di samping itu, masih ada lembaga swadaya masyarakat dan media massa yang turut aktif mengontrol jalannya pemerintahan.


3)  Stratifikasi Status Sosial (Social Status Stratification)

Kelas-kelas sosial di masyarakat terjadi karena adanya perbedaan status berdasarkan kehormatan. Di satu sisi ada kelas sosial yang memiliki status lebih tinggi dan terhormat, sedangkan di sisi lain ada kelas yang tidak memiliki kehormatan seperti yang disebutkan pertama.

Kelas terhormat biasanya bersifat eksklusif, membatasi pergaulan dengan kelas sosial di bawahnya, dan melarang adanya perkawinan dengan orang dari luar kelas sosialnya.

Status sosial berdasarkan kehormatan dalam masyarakat berupa kelas bangsawan di satu sisi dan kelas rakyat jelata di sisi lain, atau para tokoh agama di satu sisi dan para pengikutnya di sisi lain.

4) Stratifikasi Usia (Age Stratification)

Stratifikasi berdasarkan usia (age stratification) membagi masyarakat menjadi kelompok usia balita, anak-anak, remaja, dewasa, dan manula. Setiap kelompok usia memiliki hak dan kewajiban berbeda.

Orang yang lebih muda selayaknya menghormati orang yang lebih tua. Salah satu contoh pengaruh stratifikasi usia terdapat dalam sistem pewarisan tahta kerajaan di Inggris, Jepang, dan Belanda. Di ketiga negara itu, orang yang berhak mewarisi tahta adalah anak tertua dari keturunan raja atau kaisar.

Dalam lingkup yang lebih luas, stratifikasi usia mengandung arti status kehormatan yang didasarkan kepada senioritas. Orang atau kelompok yang senior lebih dihormati dari pada kelompok yunior.

Misal, secara umum orang-orang yang dianggap senior (pada umumnya lebih dewasa dalam usia atau lebih berpengalaman) ditempatkan pada jabatan-jabatan lebih tinggi dalam suatu organisasi pemerintahan atau swasta.