Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Penanganan Pelanggaran HAM di Indonesia

Penanganan Pelanggaran HAM di Indonesia - Berbagai kasus pelanggaran HAM pernah terjadi di Indonesia. Beberapa kasus sudah dipersidangkan, namun ada pula yang belum tuntas bahkan luput dari perhatian. Berikut beberapa contoh peristiwa atau kasus pelanggaran HAM di Indonesia serta upaya-upaya penanganannya.

1) Kasus Tanjung Priok (1984)

Pada tanggal 12 September 1984 terjadi Kasus Tanjung Priok. Korban yang jatuh menurut catatan media massa sebanyak 79 orang. Korban tersebut terdiri atas 24 orang meninggal dan 54 orang mengalami luka-luka.

Dalam kasus Tanjung Priok menurut laporan Komnas HAM, telah terjadi pelanggaran HAM berat berupa pembunuhan secara kilat, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, penyiksaan, dan penghilangan orang secara paksa. Proses persidangan sudah dilangsungkan, namun hingga kini para pelaku masih bebas.

2) Kasus Marsinah (1993)

Marsinah adalah karyawati PT CPS. la adalah seorang aktivis buruh. Tanggal 9 Mei 1993, mayat Marsinah ditemukan di Dusun Jegong, Kecamatan Wilangan, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Diduga keras, ia tewas dibunuh akibat keterlibatannya dalam demonstrasi buruh di PT CPS tanggal 3 dan 4 Mei 1993.

Dibentuk Tim Terpadu tanggal 30 September 1993 untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus pembunuhan Marsinah. Dalam pembunuhan Marsinah, tim tersebut menangkap, memeriksa, dan mengajukan 10 orang yang diduga terlibat.

Persidangan berlangsung sejak persidangan tingkat pertama, banding, dan kasasi. Semua terdakwa ternyata dibebaskan dari segala dakwaan alias bebas murni dalam persidangan kasasi di Mahkamah Agung. Putusan tersebut menimbulkan ketidakpuasan meluas di kalangan masyarakat.

3) Kasus Semanggi I dan II (1998)

Kasus ini diawali peristiwa meninggalnya empat orang mahasiswa yang sedang berunjuk rasa menentang pelaksanaan Sidang Istimewa MPR 1998. Ribuan mahasiswa bersama masyarakat menuju kompleks Gedung MPR/ DPR pada 18 November 1998.

Suasana makin tegang sejak petang hari sampai malam karena aparat kepolisian dan militer berhadapan dengan mahasiswa. Aksi keributan dan pertentangan pun terjadi di kawasan Semanggi. Dalam keributan tersebut, empat orang mahasiswa tertembak.

4) Kasus kerusuhan Timor Timur pascajajak pendapat (referendum) 1999

Pada bulan Agustus 1999, Timor Leste (dahulu Timor Timur) akhirnya resmi berpisah dengan Negara Kesatuan Republik lndonesia setelah hasil jajak pendapat dimenangkan oleh kelompok yang menolak otonomi khusus. Hasil itu menimbulkan reaksi keras dari masyarakat yang prointegrasi sehingga terjadi kerusuhan massal dan pembakaran besar-besaran di wilayah tersebut.

Dalam kasus Timor Timur telah terjadi pelanggaran HAM berat meliputi penganiayaan dan penyiksaan, pembunuhan massal dan sistematis, kekerasan berdasarkan gender, penghilangan paksa, pemindahan penduduk secara paksa, dan pembumihangusan.

Pengadilan HAM telah menerima pengajuan sejumlah tersangka kasus Timor Timur, tetapi proses hukum dan hukuman yang dijatuhkan teryata tidak mencerminkan rasa keadilan bagi masyarakat.

5) Kasus pembunuhan Theys Hiyo Eluay (2001)

Theys Hiyo Eluay adalah Ketua Umum Presidium Dewan Papua (PDP). Pada tanggal 11 November 2001 setelah menghadiri peringatan acara Sumpah Pemuda, Theys ditemukan meninggal dalam mobil yang ditumpanginya. Sopir mobil itu dikabarkan melarikan diri.

Saat itu, Theys tengah menghadapi proses pengadilan sehubungan dengan tuduhan tindak pidana makar terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan mendirikan Negara Papua Merdeka. Meninggalnya Theys dikabarkan oleh berita-berita berkaitan dengan kegiatan politik yang dilakukannya.

6) Kasus pembunuhan Munir (2004)

Munir (39 thn), seorang aktivis HAM pendiri Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) dan Imparsial, meninggal di atas pesawat Garuda dengan nomor GA-974 ketika sedang menuju Amsterdam untuk melanjutkan kuliah pascasarjana (7 September 2004).

Pemerintah Belanda melakukan otopsi atas jenazah almarhum sesuai dengan hukum nasionalnya. Informasi dari media Belanda diperoleh pihak keluarga almarhum bahwa hasil otopsi Munir oleh Institut Forensik Belanda (NFI) membuktikan bahwa beliau meninggal akibat racun arsenik dalam jumlah dosis yang fatal. Kasus yang diduga berkaitan dengan aktivitas Munir selama hidupnya itu masih belum tuntas hingga sekarang.

Penanganan Pelanggaran HAM di Indonesia

close