Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Mendesain Program Literasi dan Numerasi di Sekolah Dasar


Forum Komunikasi Kelompok Kerja Guru (FKKKG) Kecamatan Bungursari Kota Tasikmalaya menginisiasi lokakarya “Pengembangan Literasi dan Numerasi di Sekolah Dasar”. Kegiatan tersebut diadakan di SDN 1 Manangga, Kecamatan Bungursari, Kota Tasikmalaya (Senin—Rabu, 13—15/11/2023). Salah satu narasumber yang memberikan materi, yakni Zulfikri Anas (Plt. Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran BSKAP Kemendikbud). Ia menegaskan bahwa guru harus melihat siswa sebagai tantangan, sebuah berkah, dan kesempatan untuk pertumbuhan dan peningkatan kualitas pribadi. Dalam kesempatan tersebut, ia juga menyarankan agar penyesuaian program literasi dan numerasi harus berdasarkan kebutuhan dan kemampuan masing-masing siswa. Karena itu untuk memastikan pembelajaran yang efektif.


Selain Zulfikri Anas, dalam lokakarya pengembangan literasi dan numerasi di Sekolah Dasar ini menghadirkan Sofie Dewayani, Ph.D. (pakar literasi) dan Billy Antoro (Konsultan Literasi Kemendikbud Ristek). Menariknya, pelaksanaan lokakarya penyusunan program Literasi dan Numerasi di sekolah dasar ini dilaksanakan secara hibrida. Ketiga narasumber tersebut mengisi materi secara daring dari Jakarta. Sedangkan fasilitator dari FKKKG Kecamatan Bungursari, menjembatani diskusi dan penyusunan program literasi dan numerasi secara luring.


Kemampuan literasi dan numerasi peserta didik menjadi capaian komponen Standar Kompetensi Lulusan. Melalui Kurikulum Merdeka, pencapaiannya tersebut dipantau melalui Asesmen Nasional. Hasilnya dilaporkan kepada sekolah dan pemerintah daerah melalui platform Rapor Pendidikan. Tahapan tersebut merupakan bahan refleksi untuk perbaikan pendidikan berkelanjutan bagi tiap daerah.


Mendesain Program Literasi dan Numerasi di Sekolah Dasar


“Untuk itu, sekolah perlu merancang sebuah formula yang lebih kontekstual dengan kondisi serta karakteristik wilayahnya masing-masing dalam mengembangkan serta meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi peserta didik,” ujar Hidayatul Anwar, Ketua FKKKG Kecamatan Bungursari, Kota Tasikmalaya.


Dalam konteks merdeka belajar, penguatan literasi baca tulis dan numerasi sangat penting. Oleh karena itu, para pendidik harus mengenal karakter sekolah, peserta didik dan sumber daya yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran literasi dan numerasi berbasis multimoda.


Asesmen Awal dengan Pendekatan Humanis


Kaitannya dengan hal tersebut, Zulfikri Anas memberikan contoh kasus yang kerap terjadi di sekolah saat melayani peserta didik. Dengan ilustrasi kasus ketika seorang anak harus mengulangi semua mata pelajaran selama satu tahun kemudian. Dalam hal ini, anak itu statusnya tidak naik kelas. Artinya kalau itu dilakukan oleh sekolah, menurutnya, inilah pekerjaan yang paling sia-sia sebetulnya dalam dunia pendidikan. Kalau berbicara kenaikan kelas anak dan membahasnya di akhir tahun, maka kenaikan kelas itu sudah terlambat.


“Ibaratnya roti yang kita bikin, roti itu sudah telanjur gosong. Dan setelah gosong baru kita pikirkan untuk dibuang atau dimakan. Dibuang juga sia-sia, dimakan pun sia-sia," ujar Zulfikri Anas.


Dengan kata lain, perumpamaan proses pembuatan roti tadi seharusnya sudah bisa diantisipasi sejak awal (tahun pembelajaran). Ada upaya asesmen awal yang dilakukan, baik oleh guru maupun kepala sekolah untuk berupaya mengetahui kondisi anak tersebut. Di antara anak-anak, pasti ada anak yang belum mengenal huruf, ada anak yang belum mengenal angka dan semacamnya. Saat kita mengetahuinya sejak awal, maka secara bersama-sama melayani mereka dengan mengenalkan satu kata, menyusun kalimat dan sebagainya.


Setelah kondisi tersebut selesai, guru kembali ke kelompok peserta didik yang perlu dibantu. Terutama mereka yang baru mengenal huruf dan guru mendampinginya sambil proses pembelajaran berjalan. Pada saat yang sama, anak yang sudah merangkai kata itu berlatih untuk menyusun kata. Kemudian, setelah menjadi kata yang bermakna, ia belajar pada tahap berikutnya dengan belajar menyusun kalimat.


Anak yang lancar membaca, diminta untuk membaca secara berkelompok. Pada tahap ini, mereka bertugas  untuk membaca, mendalami, dan membaca bermakna. Mereka juga membantu teman-temannya yang belum mampu atau lancar membaca. Alhasil, ketika dilakukan asesmen oleh guru yang bersangkutan, bisa saja  anak itu banyak yang merah awalnya. Sepekan kemudian, ada yang sudah hijau, terus berubah dan lebih baik. Akhirnya, beberapa bulan kemudian, data semua anak layak dikirimkan perkembangan belajarnya melalui aplikasi untuk dirangkum kembali.


Kesuksesan dari kurikulum Merdeka Belajar bukan dari kemajuan anak didik dari waktu ke waktu. Literasi itu adalah apa yang dirasakan dan dapat dimaknai, sehingga bisa menentukan mana yang benar dan mana yang salah.


Pada akhirnya, seorang gurulah yang paling mengenal tiap karakter murid-muridnya. Dengan demikian, pengamatan awal terhadap potensi dan kompetensi siswa telah terekam dalam ingatan gurunya. Lebih baik lagi, pengamatan seorang guru tersebut terekam juga pada catatan asesmen dari waktu ke waktu. Sehingga, akumulasi perkembangan tiap anak dapat terarsipkan, Dampak tersebut dapat berpengaruh terhadap pelayanan seorang guru dalam mendidik murid-muridnya.


 


Kerangka Program Literasi dan Numerasi


Literasi dan numerasi lintas pelajaran dimaksudkan untuk mengintegrasikan aspek literasi dan numerasi dalam semua mata pelajaran, sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuan berbahasa dan berpikir yang berkelanjutan di semua aspek pembelajaran. Adapun literasi dan numerasi berbasis proyek di sekolah adalah pendekatan pembelajaran yang menggabungkan keterampilan literasi dan numerasi dengan proyek nyata yang melibatkan siswa secara aktif.


Dalam implementasi kurikulum merdeka, kecakapan literasi dan numerasi merupakan jantung asesmen peserta didik. Dengan catatan, guru dapat memahami karakteristik, potensi, dan kebutuhan peserta didik. Sehingga, guru dapat menyusun rancangan pembelajaran literasi dan numerasi sesuai dengan pengelompokan peserta didik berdasarkan tingkat kemampuannya.


“Dalam efektivitas pembelajaran, guru perlu mengembangkan strategi berbasis teks yang inovatif dan kreatif. Strategi ini bisa meliputi strategi sebelum membaca, strategi selama membaca, dan strategi setelah membaca. Guru juga perlu memastikan adanya diskusi yang efektif di kelas untuk memastikan pemahaman siswa,” kata Sofie Dewayani saat memberikan materi.


Menurut pendiri Yayasan Litara tersebut menekankan bahwa penggunaan sumber belajar yang beragam, tidak hanya buku pelajaran, tetapi juga sumber belajar lain seperti internet atau buku pengayaan. Guru perlu memberikan panduan kepada siswa dalam memanfaatkan sumber belajar ini secara optimal dan kritis.


Dalam kesempatan itu, ia mengajak guru untuk menggunakan strategi dalam menghadapi AKM dengan meningkatkan kecakapan literasi siswa melalui pengembangan strategi berbasis teks, memanfaatkan sumber belajar yang beragam, dan memastikan adanya pembelajaran yang efektif melalui diskusi dan refleksi


Berikutnya, program yang dirancang selama tiga hari dalam lokakarya ini diharapkan dapat membantu perencanaan dan pelaksanaan Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan (KOSP) di tiap lokus pendidikan dasar. Penyusunan rancangan Program Literasi dan Numerasi di Sekolah Dasar ini juga dikonsultasikan kepada Billy Antoro, konsultan literasi Kemendikbud Ristek. Ia diundang untuk memberikan respons, masukan, dan saran selama peserta menyusun program tersebut.


Oleh karena itu, inisiasi ini juga dapat diadopsi oleh kecamatan, kota, dan provinsi lain untuk memberdayakan pengalaman guru-guru dalam mengejewantahkan konsep dan praksisnya. Setelah itu, panitia bersama fasilitator mengevaluasi data yang terkumpul hasil dari analisis peserta lokakarya. (kemdikbud.go.id)