Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Macam-Macam Kebijakan Perdagangan Internasional

Berikut ini beberapa kebijakan perdagangan internasional yang ditetapkan oleh pemerintah.


a. Tarif

Tarif adalah pajak untuk komoditas impor. Tarif akan diberlakukan bila harga pasar internasional lebih mahal daripada harga domestik atau dalam negeri. Tujuannya untuk meningkatkan daya saing produk lokal atau dalam negeri karena dengan tarif, harga barang impor menjadi mahal. 

Tarif merupakan jenis penghambat impor yang paling banyak digunakan, karena tarif tidak hanya melindungi industri dalam negeri namun dapat juga digunakan untuk menambah pendapatan pemerintah dari perpajakan. 

Pajak atas barang impor biasanya tertulis dalam bentuk pernyataan surat keputusan (SK) atau undangundang. Oleh karena itu, setiap importir dapat mempelajarinya sebelum mengimpor suatu barang. Umumnya tarif dikenakan secara khusus berdasarkan persentase dari nilai barang impor. Dalam cara pemungutan tarif dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu:

1) Tarif ad valorem, yaitu pajak impor yang nilainya dinyatakan dalam persentase atas nilai (harga) barang yang diimpor. Tarif ad valorem bersifat proporsional, artinya besarnya tarif akan berubahubah secara proporsional mengikuti perubahan harga barang impor. Jadi persentase tarifnya tetap tidak berubah (terkecuali diubah oleh pemerintah). Misalnya: pajak impor untuk sepatu sebesar 10%.

2) Tarif spesifik, yaitu besarnya tarif ditentukan atas dasar ukuran atau jumlah fisik. Sistem tarif ini bersifat regresif, artinya makin tinggi harga dari barang impor tersebut tarifnya terasa makin ringan. 


b. Kuota

Kuota adalah hambatan kuantitatif yang membatasi impor barang secara khusus dengan spesifikasi jumlah unit atau nilai total tertentu per periode waktu. Tujuan penetapan kuota impor untuk melindungi produk dalam negeri, terutama usaha yang sedang tumbuh. 

Selain itu, kuota impor juga digunakan untuk melengkapi kebijakan pengendalian devisa yang bertujuan untuk memperbaiki neraca pembayaran. Adapun tujuan diterapkannya kuota ekspor adalah untuk kepentingan konsumen dalam negeri, yaitu menjaga ketersediaan stok.

Berikut ini jenis-jenis dari kuota:

1) Kuota absolut atau unilateral, yaitu kuota yang ditentukan sendiri oleh suatu negara tanpa harus ada persetujuan dengan negara lain.

2) Kuota bilateral, yaitu kuota yang jumlahnya ditentukan atas dasar perjanjian antara negara importir dan negara eksportir.

3) Kuota tarif, yaitu pembatasan impor yang dilakukan dengan mengombinasikan sistem kuota dengan sistem tarif. Dalam sistem kuota, tarif dipungut dengan cara ditentukannya kuota barang yang boleh diimpor dengan menentukan tarif tertentu. Jika tarif impor yang masuk melebihi kuota yang telah ditentukan maka kelebihan jumlah barang tersebut akan dikenakan tarif yang lebih tinggi.

4) Mixing quota, yaitu kuota yang dikenakan pada impor bahan baku tertentu di dalam negeri. Tujuan penetapan kuota ini yaitu untuk mengurangi ketergantungan industri-industri di dalam negeri terhadap bahan baku impor, mendorong perkembangan industri di dalam negeri, dan penghematan devisa.

Biasanya harga buah lokal lebih murah apabila dibandingkan buah impor, karena buah impor telah dikenakan tarif. Kebijakan kuota ini mempunyai beberapa kelemahan berikut ini.

1) Tidak transparan (berbeda dengan sistem tarif), konsumen di dalam negeri tidak tahu persis berapa besar sebenarnya jumlah impor dari suatu barang tertentu, sedangkan dalam sistem tarif, pembeli dapat melihat di buku tarif.

2) Sistem ini bisa menimbulkan distorsi pasar berupa monopoli dalam suplai pasar di dalam negeri untuk barang impor bersangkutan. Jika untuk satu jenis barang impor hanya satu orang yang mendapatkan lisensi impor maka orang tersebut dengan sendirinya menjadi importir tunggal dan berada dalam posisi monopoli.

3) Sistem ini juga menimbulkan praktik korupsi, karena impor dibatasi dan importir memerlukan lisensi, dengan sendirinya calon-calon importir berlomba-lomba untuk mendapatkan izin impor. Dengan lisensi yang ada terbatas, maka setiap calon importir akan berusaha mendapatkan izin tersebut dengan membayar lebih mahal dari harga sebenarnya.

4) Jika kuota diberikan secara terbatas hanya kepada orang-orang tertentu saja, maka profit kuota dari sistem ini hanya dirasakan oleh mereka yang mempunyai lisensi impor.


c. Subsidi dan Premi Ekspor

Subsidi diberikan pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri dari persaingan dengan barang impor. Akibat pemberian subsidi, maka harga jual dari barang yang dibuat oleh industri tersebut bisa menjadi lebih murah daripada harga impor tanpa tarif. 

Ini berarti industri dalam negeri dapat bersaing dengan barang impor atau jika perbedaan harga tersebut cukup besar yang membuat konsumsi dalam negeri tidak ada yang membeli barang impor.

Subsidi ini dapat berbentuk keringanan pajak, tarif angkutan yang murah, atau kredit bank yang murah. Pemerintah juga memberikan hadiah (insentif, premi). Misalnya penghargaan untuk mutu barang yang bagus, peresmian ekspor perdana oleh presiden, dan sebagainya kepada para produsen (eksportir). 

Selain itu untuk menggiatkan para produsen (eksportir), hal yang ternyata sangat penting untuk diberikan adalah penyederhanaan prosedur ekspor dan tata niaga pada umumnya, yang diusahakan dengan berbagai paket deregulasi, serta tersedianya prasarana seperti fasilitas pelabuhan yang memadai.


d. Larangan Ekspor

Kebijakan pemerintah suatu negara untuk melarang ekspor terhadap suatu produk. Ada beberapa pertimbangan kebijakan larangan ekspor, meliputi aspek ekonomi maupun nonekonomi. Apabila produksi beras dalam negeri berlimpah dan permintaan beras meningkat, maka pemerintah perlu mengambil kebijakan larangan ekspor beras. Hal ini ditujukan agar kebutuhan beras di dalam negeri terpenuhi.


e. Larangan Impor

Larangan impor merupakan kebijakan pemerintah suatu negara, yang diberlakukan untuk menghindari barang-barang yang berbahaya bagi masyarakat. Misalnya: disinyalir akhir-akhir ini ada penyakit gila pada sapi di negara “X”, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan melarang impor daging sapi dari negara “X” tersebut.


f. Diskriminasi Harga/Dumping

Praktik diskriminasi harga secara internasional disebut dumping, yakni menjual barang di luar negeri dengan harga yang lebih rendah daripada harga di dalam negeri atau bahkan di bawah biaya produksi.