Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kebijakan Restrukturisasi Perbankan di Indonesia

Dalam rangka pengembangan perbankan di Indonesia, telah dilakukan kebijakan restrukturisasi perbankan dalam bentuk paket-paket kebijakan.


1. Pakto 88 (Paket 27 Oktober 1988) di Bidang Perbankan


a) Pemberian izin pada bank untuk melakukan kegiatan valuta asing.
b) Bank dan lembaga keuangan bukan bank diperbolehkan membuka kantor cabang.
c) Diperbolehkan mendirikan bank swasta baru dan bank perkreditan rakyat (BPR) baru.
d) Membuka kantor cabang pembantu bagi bank asing dan perusahaan penukar uang.
e) Pembentukkan bank patungan dengan saham dimiliki pihak swasta asing dan peserta dalam negeri.
f) Menurunkan persyaratan cadangan minnimum dari 15% menjadi 2%.


2. Paket Januari 1990 di Bidang Perbankan


a) Semua bank nasional diwajibkan untuk mengalokasikan paling sedikit 20% dari portepel pinjaman mereka bagi sektor usaha kecil.
b) Meningkatkan peran bank nasional dalam sistem kredit nasional.
c) Meningkatkan peran bank Indonesia dalam kontrol moneter.

Undang-Undang Perbankan yang Baru (Maret 1992)

Menurut UU perbankan Maret 1992, bank nasional dikelompokkan menjadi sebagai berikut: bank komersial, bank perkreditan rakyat, dan bank dengan sistem bagi hasil.

Industri perbankan Indonesia mencatat kemajuan yang dinamis, baik dari segi jumlah bank atau kantor atau dari segi mobilisasi sumber-sumber keuangan. Jumlah bank meningkat secara signifikan dari 124 buah pada bulan Oktober 1988 menjadi 240 buah pada Juni tahun 1996, sementara cabang-cabangnya meningkat dari 1.928 buah menjadi 6.840 buah. 

Pada jangka waktu yang sama, bisnis bank secara total meningkat tajam dari sekitar Rp68 triliun menjadi Rp. 447 triliun atau meningkat 70% per tahun. Ekspansi pinjaman bank tumbuh rata-rata 64% dan deposit bank tumbuh rata-rata 76% per tahun.  Sementara itu, bank perkreditan rakyat (BPR) tumbuh dari sekitar 8.000 buah pada bulan Oktober tahun 1988 menjadi hampir 9.300 buah pada bulan Agustus tahun 1996. 

Untuk menaati peraturan kehati-hatian Capital Adequacy Ratio (CAR) dari sistem perbankan telah mencapai lebih dari 12%, jauh di atas persyaratan minimum yang berlaku saat ini, yaitu 8%.
Perkembangan industri perbankan yang sangat mengesankan ini diikuti oleh kinerja yang luar biasa dari pasar uang domestik. 

Dalam lima tahun terakhir, peputaran pasar uang rupiah per hari dari pasar valuta asing dalam negeri meningkat dari US$1.1 miliar menjadi US$6,6 miliar. Perkembangan ini juga diikuti oleh bertambah macamnya produk-produk keuangan termasuk sekuritisasi, kegiatan-kegiatan valuta asing dan kegiatan-kegiatan turunannya di luar neraca (off balance sheet).

Perkembangan ini menunjukkan bahwa sektor perbankan tidak hanya berprestasi secara efektif dalam fungsi tradisionalnya sebagai perantara dana untuk tujuan investasi dan tabungan, namun juga telah menyediakan berbagai layanan perbankan pada masyarakat. 

Reformasi keuangan juga telah mendorong mekanisme pasar yang lebih efektif dalam sistem perbankan dan karenanya mendorong fungsinya sebagai perantara keuangan. Bank sekarang telah menjadi lebih mandiri dalam kemampuannya untuk merumuskan strategi bisnis mereka. 

Pendanaan untuk dunia usaha, misalnya, telah melangkah jauh dari sekadar pinjaman bank yang tradisional ke bentuk-bentuk lain dari pendanaan, pinjaman sindikasi, surat berharga dan sekuritas. Lebih lanjut, makin banyak bank terlibat dalam kegiatan yang menghasilkan pendapatan daxifee (fee-based excore).


3. Tantangan Perbankan di Masa Depan


Di bidang perbankan ada lima tantangan, yaitu sebagai berikut.

a. Industri perbankan harus meningkatkan perannya dalam membiayai kebutuhan-kebutuhan investasi, mendukung program pengentasan kemiskinan dan menyediakan berbagai skema pembiayaan bagi semua segmen ekonomi dengan layanan-layanan yang lebih luas.

b. Industri perbankan harus mampu menyesuaikan diri terhadap perkem- bangan-perkembangan eksternal yang didorong oleh kekuatan-kekuatan globalisasi. Agar mampu berkompetisi secara internasional, bank-bank Indonesia harus menyesuaikan diri dengan standar-standar internasional tentang praktik-praktik perbankan.

c. Industri perbankan dituntut untuk menyediakan produk-produk keuangan yang lebih terdiversifikasi sejalan dengan ekonomi Indonesia yang juga semakin terdiversifikasi.

d. Dengan adanya General Agreement on Trades of Services (GATS), bank- bank Indonesia harus terus meningkatkan daya saing mereka baik di dalam negeri maupun di tingkat internasional. Peningkatan profesionalisme berdasarkan prinsip-prinsip kehati-hatian merupakan kunci sukses dalam industri perbankan.

e. Bank-bank harus bersaing dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya, terutama pasar modal.


Dalam hal ini Bank Indonesia terus-menerus merangsang perkembangan perbankan berdasarkan pada prinsip-prinsip kehati-hatian.

a. Perumusan kebijakan perbankan akan selalu disesuaikan dengan tingkat perkembangan industri perbankan. Bank Indonesia akan terus memperbaiki regulasi agar sesuai dengan kondisi yang ada sambil tetap mengantisipsi tantangan masa depan.

b. Penyeliaan perbankan akan didorong dan diarahkan pada tercapainya struktur perbankan yang kuat dan sehat, berdasarkan pada prinsip-prinsip kehati-hatian dan didukung dengan daya saing yang meningkat. Hal ini termasuk usaha-usaha untuk memasukkan prinsip perbankan yang mampu mengatur diri sendiri dalam praktik-praktik perbankan.

c. Bank Indonesia akan meningkatkan usaha-usaha untuk restrukturisasi perbankan Indonesia maupun penyelesaian bank dan utang bermasalah.

d. Bank Indonesia akan terus merangsang industri perbankan untuk memperluas layanan mereka untuk usaha kecil dan koperasi.

e. Bank Indonesia akan merangsang industri perbankan untuk mengembangkan skema pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan.