Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengertian Kebijakan Moneter dan Fiskal

Sistem dan Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter diatur dan dilaksanakan dengan tujuan agar perkembangan perekonomian terus meningkat, laju inflasi menjadi rendah, dan neraca pembayaran berjalan seimbang dan diusahakan surplus.


a. Pengertian Kebijakan Moneter

Kestabilan moneter negara sedang berkembang adalah kondisi yang memperlihatkan jumlah uang yang beredar mencukupi untuk mendukung seluruh transaksi dalam perekonomian. Dalam kondisi tersebut, jumlah uang yang beredar tidak berlebih ataupun kurang. 

Bilamana terjadi kekurangan atau kelebihan uang, maka pemerintah harus mengambil suatu tindakan atau kebijakan sehingga jumlah uang yang beredar kembali stabil.

Kebijakan moneter adalah tindakan penguasa moneter (biasanya Bank Sentral) untuk memengaruhi jumlah uang yang beredar. Perubahan jumlah uang yang beredar itu pada akhirnya akan memengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat.

Istilah kebijakan moneter banyak dipakai untuk menyebutkan seluruh tindakan untuk memengaruhi jumlah uang beredar dan atau harga uang (yakni tingkat bunga. Sedangkan lembaga yang berwenang untuk menjalankan tindakan memengaruhi jumlah uang yang beredar adalah bank sentral. (Di Indonesia wewenang itu dipegang oleh Bank Indonesia).


b. Tujuan Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter bertujuan untuk mencapai kestabilan ekonomi yang diwujudkan dalam kestabilan harga-harga barang sehingga iklim berusaha terkondisi sedemikian rupa dan pada gilirannya tercapai peningkatan kegairahan berusaha. Tujuan kebijakan moneter meliputi hal-hal berikut.

1) Stabilitas ekonomi
Stabilitas ekonomi adalah suatu keadaan pertumbuhan ekonomi berlangsung secan terkendali dan berkelanjutan. Artinya pertumbuhan arus barang/ jasa dan arus uang berjalan seimbang.

2) Kesempatan kerja
Kesempatan kerja akan meningkat apabila produksi meningkat. Peningkatan produksi biasanya diikuti dengan perbaikan nasib para karyawan ditinjau dari segi upah maupun keselamatan kerja. Perbaikan upah dan keselamatan kerja akan meningkatkan taraf hidup karyawan dan akhirnya kemakmuran dapat tercapai.

3) Kestabilan harga
Kestabilan harga ditandai dengan stabilitas harga barang dari waktu ke waktu. Harga yang stabil menyebabkan masyarakat percaya bahwa membeli barang pada tingkat harga sekarang sama dengan tingkat harga yang akan datang atau daya beli uang dari waktu ke waktu adalah sama.

4) Neraca pembayaran internasional
Neraca pembayaran dapat dikatakan dalam keadaan seimbang bila jumlah nilai barang yang diekspor sama dengan nilai barang yang diimpor. Untuk mendapatkan neraca pembayaran yang seimbang, pemerintah sering menjalankan kebijakan moneter. Misalnya, dengan melakukan devaluasi.



Macam Kebijakan Moneter

a. Macam Kebijakan Moneter oleh Bank Sentral

Apabila jumlah uang beredar dalam masyarakat berlebih atau berkurang, maka penguasa moneter (Bank Indonesia) dapat melakukan tindakan sebagai berikut.

1) Politik Diskonto
Pada politik diskonto (discount policy), Bank Sentral menetapkan tingkat suku bunga pada tingkat tertentu.

a) Menaikkan suku bunga
Suku bunga dinaikkan jika jumlah uang yang beredar dalam masyarakat berlebih. Dengan naiknya suku bunga, masyarakat akan berlomba- lomba menabung uang di bank. Di pihak lain, para pengusaha mengurangi investasi yang dibiayai dengan pinjaman.

b) Menurunkan suku bunga
Suku bunga diturunkan jika jumlah uang yang beredar dalam masyarakat kurang. Penurunan suku bunga akan mendorong pengusaha mengada- kan investai dengan meminjam uang dari bank.

2) Kebijakan politik pasar terbuka (open market policy)
Dalam hal ini Bank Sentral menawarkan surat berharga, misalnya obligasi dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) ke pasar uang dan pasar modal. Jika bank membeli surat berharga, uang akan mengalir ke masyarakat atau pasar uang menjadi luas, sebaliknya jika bank menjual surat berharga, uang kembali masuk ke Bank Sentral dan volume uang di masyarakat menjadi berkurang. 

Penjualan surat berharga ini juga ditujukan kepada bank-bank, sehingga akan berkurangnya uang dari masyarakat. Tetapi berkurangnya uang di tangan badan-badan kredit akan menyebabkan pemberian kredit akan berkurang. 

Berkurangnya jumlah uang di tangan masyarakat menyebabkan permintaan terhadap barang berkurang. Barang di pasar hanya dapat dijual seluruhnya apabila harga telah turun atau inflasi dapat ditekan.


b. Contoh Kebijakan Moneter

Di sisi moneter, kebijakan diarahkan pada upaya mencapai sasaran uang primer yang konsisten dengan pencapaian sasaran inflasi melalui upaya-upaya menurunkan suku bunga. Sebab dengan turunnya suku bunga, akan mendorong sektor riil untuk tumbuh berkembang yang pada gilirannya perekonomian akan meningkat, pengangguran berkurang.

1) Guna mengatasi defisit anggaran yang sangat tinggi pada tahun 1950, Menteri Keuangan RIS Mr. Syarifudin Prawiranegara mengambil kebijakan moneter dengan menggunting uang kertas NICA lima rupiahan ke atas menjadi dua potong. 

Potongan pertama menjadi nilai separuhnya dan potongan kedua yang juga bernilai separuhnya dapat ditukarkan dengan obligasi negara, yang disebut "Obligasi Pinjaman Darurat:, Kebijakan moneter ini dikenal sebagai 'gunting Syarifudin).

2) Guna mengatasi inflasi yang luar biasa, pada bulan Agustus 1950 Pemerintah RI, yaitu Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Djuanda mengambil tindakan drastis di bidang moneter dengan melakukan sanering (pemotongan nilai uang). Uang kertas bernilai Rp5.000,00 dan Rp1.000,00 dinyatakan bernilai Rp50, 00 dan Rp10,00, sedang deposito di bank dibekukan hingga 90%.

3) Akibat peristiwa pemberontakan G30S/PKI tahun 1965, keadaan perekonomian makin buruk, nilai rupiah makin merosot, harga-harga melambung jauh dari kemampuan daya beli rakyat. Pada bulan Desember 1965, pemerintah kembali melakukan sanering (pemotongan nilai uang). Uang bernilai Rp1000,00 diturunkan nilainya menjadi Rp1,00. Upaya pemerintah ini juga tidak berhasil memperbaiki perekonomian. Bahkan nilai rupiah terus merosot dan inflasi tahun 1966 mencapai 635%.

4) Sejak Pelita I (1969-1973) kebijakan moneter yang dilancarkan pemerintah adalah sebagai berikut.
a) Mengesahkan anggaran berimbang yang menghindari pinjaman domestik untuk pembiayaan pengeluaran pemerintah.
b) Mempertahankan kebijakan moneter yang hati-hati.
c) Menjaga nilai tukar (kurs) yang realistis guna memberi kepastian bahwa komoditas ekspor Indonesia kompetity dan mekanisme pasar berjalan di pasar valuta asing.
d) Menerapkan kontrol moneter, di antaranya sebagai berikut.
(1) Mengenakan batas tertinggi terhadap kredit bank.
(2) Menentukan tingkat suku bunga bank-bank pemerintah.
(3) Menyediakan kredit likuiditas pada sektor-sektor ekonomi tertentu.

5) Pada tahun 1983 pemerintah mengambil langkah untuk melaksanakan deregulasi sistem perbankan di bidang terkait dengan kebijakan:
a) Skema kerja Bank Indonesia tentang kredit disederhanakan dengan membatasi pemberian kredit untuk sektor-sektor yang berprioritas tinggi saja. Batas maksimal terhadap kredit bank dan tingkat suku bunga ditiadakan. Bank pemerintah diperbolehkan menyusun sendiri kebijakan kredit dan tingkat suku bunga tabungan masing-masing.
b) Dalam rangka penerapan operasi pasar terbuka. Bank Indonesia memperkenalkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) yang dapat diperjualbelikan di pasar modal.

6) Pada tanggal 27 Oktober 1988 pemerintah melakukan serangkaian tindakan penyesuaian dalam bidang keuangan, kontrol moneter dan perbankan. Kebijakan ini dikenal sebagai Pakto 88. Tujuan Pakto 88 adalah untuk memobilisasi dana agar lebih intensif dan efisien.
a) Bank dan lembaga keuangan non-bank diperbolehkan membuka kantor-kantor cabang dan memberikan izin berdirinya bank swasta baru.
b) Memperluas layanan perbankan untuk meningkatkan ekspor, terutama ekspor non-migas dan membuka pelayanan perdagangan valuta asing.
c) Menurunkan persyaratan cadangan minimum bank dari 15% ke 2%.

7) Pada tahun 1990 (Januari) sistem kredit nasional diperbaiki dengan merampingkan kredit likuiditas pada tiga bidang utama, yaitu: pengadaan pangan, koperasi dan investasi. Kebijakan ini dikenal sebagai Pakjan 90. Sejak Januari 1990 semua bank nasional diwajibkan untuk mengalokasikan paling sedikit 20% dari portepel pinjaman mereka bagi sektor usaha kecil.
close