Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Faktor-faktor Pembentuk Stratifikasi Sosial

Stratifikasi sosial terbentuk karena di masyarakat terjadi persaingan untuk memperoleh sesuatu yang dianggap berharga dan langka. Orang yang mampu memiliki sesuatu yang dianggap berharga akan menempati strata lebih tinggi. Sesuatu yang diperebutkan dapat berupa hal-hal yang bernilai ekonomis dan hal-hal yang berupa status atau peran sosial.

Sesuatu yang bernilai ekonomis meliputi semua hal yang diperlukan untuk menunjang hidup manusia, misalnya uang, kekayaan, pekerjaan, rumah, tanah, dan lain-lain, sedangkan status atau peran sosial dapat berupa jabatan, ilmu pengetahuan, gelar kesarjanaan, gelar kebangsawanan, kekuasaan, dan lain-lain.


Semakin tinggi kelas sosial seseorang, maka semakin banyak barang atau status tertentu yang dia kuasai.

Akan tetapi, segala sesuatu yang dianggap bernilai dapat saja berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Misalnya, sawah dan ternak bagi orang desa lebih berharga dibanding barang-barang elektronik. Anggapan ini berbeda dengan orang kota.

Selain itu, terbentuknya kelas-kelas sosial di masyarakat merupakan konsekuensi adanya pembagian jenis pekerjaan. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, semakin kompleks suatu masyarakat maka deferensiasi dan pendistribusian pekerjaan juga semakin rinci.

Setiap orang harus memilih salah satu jenis pekerjaan (fungsi) dalam masyarakatnya. Ada orang-orang yang sejak turun-temurun mewarisi kekuasaan sebagai kaum bangsawan atau orang kaya raya . Mereka disebut kelas atas atau kaum elit.

Ada orang-orang yang dengan usahanya mampu memperoleh pekerjaan bagus dan berpenghasilan besar sehingga mereka memperoleh kehidupan yang relatif lebih baik. Mereka disebut kelas menengah.

Namun, ada pula sekelompok orang yang karena keterbatasannya terpaksa harus menjalani pekerjaan yang kasar. Mereka disebut kelas bawah. Garis batas antarkelas sosial sulit ditentukan, dan jumlah anggota setiap kelas sosial pun sulit diketahui.

Hal itu karena perbedaan setiap orang bersifat relatif dan setiap saat terjadi perubahan kondisi sosial ekonomi pada setiap orang. Banyak faktor yang menyebabkan terbentuknya kelas-kelas sosial. Secara umum, faktor-faktor itu dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu ekonomi dan sosial.

Faktor-faktor ekonomi membedakan kelas-kelas sosial berdasarkan kekayaan, penghasilan, dan jenis pekerjaan. Sedangkan faktor sosial membedakan kelas-kelas sosial berdasarkan tingkat dan jenis pendidikan, identifikasi diri, prestise keturunan, partisipasi kelompok, dan pengakuan orang lain.

Kadang-kadang suatu kelas sosial dapat pula dikenali dengan simbol-simbol status, cara berbicara, gaya hidup, selera seni, dan cara berpenampilan.

Berikut ini dibahas tiga faktor utama yang sering menjadi petunjuk dalam menentukan kelas sosial di masyarakat.


1) Faktor Kekayaan dan Penghasilan

Uang dan kekayaan dapat menentukan kelas sosial seseorang. Namun, tingginya kedudukan sosial seseorang tidak secara langsung menjamin bahwa orang tersebut memiliki uang dan kekayaan dalam jumlah besar.

Contohnya kehidupan kaum bangsawan di Indonesia yang hingga saat ini masih dianggap kelas atas. Mungkin, pada kenyataanya kekayaan dan penghasilan mereka kalah bila dibandingkan dengan kaum pengusaha yang berjuang dari kelas sosial terendah.

Begitu pula, orang biasa yang tiba-tiba memenangkan hadiah miliaran rupiah, secara otomatis menaikkan kelas sosialnya menjadi warga kelas atas.

Pada dasarnya, kelas sosial merupakan "suatu gaya hidup". Orang yang memenangkan undian tersebut tidak mungkin bisa seratus persen mengubah gaya hidupnya seperti layaknya orang kelas atas.

Walaupun dia mencoba meniru gaya hidup kelas atas dengan uang yang dimilikinya, akan muncul kepalsuan pada gaya hidupnya. Apalagi mentalitas dan selera kelas atas tidak mudah ditiru begitu saja.

Namun demikian, secara umum uang dan kekayaan masih merupakan faktor penting dalam menentukan perbedaan kelas sosial seseorang. Melihat banyaknya uang dan kekayaan seseorang, maka dengan mudah akan diketahui latar belakang keluarga dan cara hidup seseorang.

Orang yang tidak memiliki banyak uang, tentu tidak bisa membiayai gaya hidup seperti orang kelas atas. Kebutuhan dan gaya hidup kelas atas antara lain, memiliki rumah mewah, memiliki mobil mewah, membeli barang-barang mahal, dan lain-lain.

Gaya hidup seperti itu tidak mungkin dimiliki oleh orang dari kelas menengah ke bawah, kecuali dengan usaha yang keras.


2) Faktor Pekerjaan    

Masyarakat memiliki penilaian tertentu terhadap setiap jenis pekerjaan. Ada jenis pekerjaan yang dianggap memiliki prestise lebih dibandingkan dengan jenis pekerjaan lainnya. Penghargaan terhadap setiap jenis pekerjaan berbeda-beda antara satu dengan masyarakat yang lain.

Misalnya di Indonesia secara umum, pekerjaan sebagai pegawai negeri lebih tinggi kedudukannya daripada sebagai buruh pabrik. Demikian pula pekerjaan sebagai dokter dianggap lebih tinggi kedudukannya dibanding pekerjaan sebagai guru.

Penilaian seperti itu berhubungan dengan keahlian dan pendidikan yang menjadi syarat pekerjaan tersebut serta penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan itu.

Namun ada pengecualian, misalnya seorang artis mampu memperoleh penghasilan jauh lebih tinggi daripada penghasilan seorang guru dalam sebulan.

Walaupun demikian, masyarakat tetap menilai bahwa guru adalah jenis pekerjaan yang memiliki prestise lebih tinggi dan lebih terhormat daripada artis.

Pada dasarnya, kelas sosial merupakan cara atau gaya hidup seseorang. Pekerjaan hanya merupakan salah satu hal yang dapat digunakan untuk menentukan kelas sosial seseorang.

3) Faktor Pendidikan

Latar belakang pendidikan dapat memengaruhi kelas sosial seseorang. Ada dua alasan mengapa bisa demikian.

Pertama, pendidikan tinggi memerlukan biaya dan motivasi. Artinya, pendidikan hanya dapat diperoleh bagi mereka yang mempunyai biaya dan motivasi untuk belajar.

Walaupun demikian, tidak ada jaminan bagi kelas sosial yang mempunyai kemampuan finansial dapat memperoleh pendidikan pada jenjang yang tinggi dengan mudah apabila mereka tidak memiliki motivasi.

Sebaliknya, tidak mustahil bagi kelas sosial bawah untuk memperoleh pendidikan yang tinggi walaupun hanya dengan motivasi belajar yang kuat.

Kedua, setelah seseorang memperoleh  pendidikan,  maka  terjadilah perubahan mental, selera, minat, tujuan hidup (cita-cita), tata krama, cara berbicara, dan aspek-aspek gaya hidup lainnya.

Selain itu, pendidikan juga membekali seseorang dengan keahlian dan keterampilan yang memungkinkannya memperoleh pekerjaan lebih baik.