Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

4 Norma Sosial Menurut Soerjono Soekanto

Seiring dengan perkembangan masyarakat maka norma sosial pun mengalami pertumbuhan. Hal ini dibuktikan dengan munculnya norma-norma sosial baru. Di mana setiap norma-norma sosial mempunyai daya ikat yang berbeda-beda. Berdasarkan daya ikatnya, norma sosial dapat dibedakan menjadi empat macam (Soerjono Soekanto; 1987), yaitu:


a. Norma Cara (Usage)

Norma ini lebih menunjuk pada suatu perbuatan di dalam hubungan antarindividu. Norma cara mempunyai daya ikat yang sangat lemah di antara norma-norma lainnya. Penyimpangan terhadap norma ini tidak mengakibatkan hukuman yang berat tetapi hanya sekadar ejekan, celaan, dan cemoohan.

Contohnya, seorang laki-laki yang memakai anting di telinga, seorang wanita yang memakai celana jins di acara resmi, dan lain-lain.


b. Norma Kebiasaan (Folkways)

Norma ini mempunyai kekuatan mengikat lebih tinggi daripada norma cara. Terbentuknya norma kebiasaan berawal dari perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama hingga terbentuklah suatu kebiasaan. Pengulangan tindakan dalam hal ini membuktikan bahwa perbuatan itu dianggap baik.

Contohnya: apabila bertemu sahabat lama, kita selalu berjabat tangan atau ketika kita memasuki rumah orang lain, kita selalu permisi dahulu dengan mengetuk pintu.


c. Norma Tata Kelakuan (Mores)

Dalam masyarakat, norma ini digunakan sebagai alat pengawas tingkah laku yang diyakini sebagai norma pengatur. Jadi, tata kelakuan merupakan alat agar para anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan tata kelakuan tersebut.

 Pada umumnya, tata kelakuan diwujudkan dalam kebiasaankebiasaan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat. Oleh karenanya, antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya mempunyai tata kelakuan yang berbeda-beda.

Contohnya, dalam suatu kegiatan kerja bakti adalah suatu keharusan bagi warganya namun pada masyarakat lain memberi kebebasan bagi warganya untuk tidak mengikuti kegiatan ini.


d. Adat Istiadat (Custom)

Norma ini berasal dari aturan nenek moyang yang diwariskan secara turun-temurun. Oleh karenanya, norma adat istiadat merupakan tata kelakuan yang telah mendarah daging dan berakar kuat dalam masyarakat serta memiliki kekuatan yang mengikat. Pelanggaran terhadap norma akan dikenai sanksi yang keras baik langsung maupun tidak langsung.

Contohnya dalam adat Jawa, jika seorang wanita tengah mengandung dalam usia tujuh bulan, maka harus diadakan upacara tujuh bulan untuk keselamatan bayi dan ibunya. Namun, apabila upacara tersebut tidak dilakukan maka orang tersebut akan dicemooh dan dihina oleh warga masyarakat karena telah dianggap tidak mematuhi norma adat sebagaimana masyarakat lain.